Assalamu'alaikum Wr.Wb
Bismillah...
Sobat Muslim, kita tau umat islam kini sudah terpencar menjadi beberapa kelompok yang memiliki paham paham tersendiri, banyak masalah masalah yang diperdebatkan yang jatuhnya bukan menyatukan namun mencerai beraikan umat islam, kita sebagai umat islam harusnya menyadari satu hal, meskipun kita berbeda kita harus t
etap satu, yaitu menuju ridhonya ALLAH SWT. Dan pada kesempatan kali ini ane ingin berbagi sedikit pengetahuan tentang hadits dhaif, yang mungkin Sobat Muslim belum tau. Mungkin ini bisa membuka mata Sobat Muslim dari pandangan kepada hadits dhaif.
Yuk simak sama"...
Sobat Muslim, Menurut para ulama Ahlus sunnah wal jamaah, hukum hadits dhaif itu tidak boleh dipergunakan untuk landasan dalil beraqidah/bertauhid dan dalil menetapkan hukum halal-haram, tapi masih boleh dipergunakan untuk mengamalkan amalan-amal yang bersifat afdhaliyah/keutamaan (fadhailul a’mal) sunnah, asalkan hadits yang dipergunakan itu bukan termasuk matrukul hadits (hadits yang wajib ditinggalkan). Termasuk boleh juga dipergunakan dalam rangka memberikan motivasi, peringatan, penguat sejarah atau biografi, tapi tentunya tetap mempertimbangkan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati oleh para ulama ahli hadits.
Di antara para ulama yang memperbolehkan pengamalan hadits dhaif dengan syarat-syarat tertentu adalah Syeikh Ibnu Hajar, beliau mengatakan :
1. Dalam masalah fadhailul a’mal (keutamaan amalan sunnah).
2. Sifat kedhaifannya tidak terlalu membahayakan, seperti tidak boleh mengamalkan hadits yang diriwayatkan perawi pembohong atau diduga pembohong.
3. Subtansi haditsnya masih dalam kategori amalan yang diperkenankan oleh syariat, karena adanya dalil-dalil lain yang menguatkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. Tidak boleh diyakini kebenarannya secara mutlak, tetapi dianggap sebagai alternatif demi meningkatkan kebaikan amal ibadah sunnah.
Pernyataan para ulama salaf Ahlu sunnah wal jamaah lainnya yang dapat menerima pemberlakuan hadits dhaif sesuai kriteria di atas antara lain :
Imam Nawawi dalam kitabnya Attaqrib, Imam Al-iraqi dalam kitabnya Syarah Alfiyah, Imam Ibnu Hajar Al-asqallani dalam kitabnya Syarah Nukhbah, Imam Zakariya Al- anshari dalam kitabnya Syarah Alfiyah Iraqi, Imam Assuyuthi dalam kitabnya Attadrib, dan Syeikh Ibnu Hajar Al-makki dalam kitabnya Syarah ‘alal arba’in. Para ulama ahli hadits mengatakan :
"Barang siapa menemukan sebuah hadits dhaif, maka seharusnya mengatakan : Hadits ini dhaif menurut riwayat ini, bukan matan atau isi haditsnya yang divonis dhaif, kecuali jika ada kesepakatan para imam ahli hadits yang menya takan: Hadits ini benar-benar dhaif, dan tidak ada satupun perawi shahih/hasan yang meriwayatkannya.
Hadits dhaif yang tidak disebutkan sanad (silsilah perawi)-nya, maka tidak boleh dikatakan : Nabi SAW bersabda, tapi seharusnya dikatakan: Diriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa demikian dan demikian. Atau boleh juga menggunakan istilah-istilah yang semacamnya, yang tidak memberi konotasi kepastian datangnya dari Nabi SAW. Jika ada sebuah hadits dhaif yang musykil (kontradiktif) maka para ulama ahli hadits mengintruksikan kepada umat Islam agar membuang jauh-jauh hadits tersebut, seperti jika ada hadits dhaif yang bertentangan dengan hadits shahih, maka umat Islam tidak perlu lagi mentakwilinya, tapi harus meninggalkannya."
Wallahu a'lam...
jadi Sobat Muslim barusan ane sudah menguraikan sedikit perihal pandangan para Ulama ahlus sunnah tentang hadits daif, dan jadikan ini ilmu tambahan untuk kita, jangan jadikan perbedaan diantara umat islam menjadi perpecahan.
Semoga bermanfaat...
Ingat!!! Jangan diperdebatkan jika hanya menimbulkan perpecahan, jadikan ini tambahan ilmu pengetahuan kita...
Kurang lebih saya mohon maaf...
WASSALAM...
AHT ^_^
Yuk simak sama"...
Sobat Muslim, Menurut para ulama Ahlus sunnah wal jamaah, hukum hadits dhaif itu tidak boleh dipergunakan untuk landasan dalil beraqidah/bertauhid dan dalil menetapkan hukum halal-haram, tapi masih boleh dipergunakan untuk mengamalkan amalan-amal yang bersifat afdhaliyah/keutamaan (fadhailul a’mal) sunnah, asalkan hadits yang dipergunakan itu bukan termasuk matrukul hadits (hadits yang wajib ditinggalkan). Termasuk boleh juga dipergunakan dalam rangka memberikan motivasi, peringatan, penguat sejarah atau biografi, tapi tentunya tetap mempertimbangkan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati oleh para ulama ahli hadits.
Di antara para ulama yang memperbolehkan pengamalan hadits dhaif dengan syarat-syarat tertentu adalah Syeikh Ibnu Hajar, beliau mengatakan :
1. Dalam masalah fadhailul a’mal (keutamaan amalan sunnah).
2. Sifat kedhaifannya tidak terlalu membahayakan, seperti tidak boleh mengamalkan hadits yang diriwayatkan perawi pembohong atau diduga pembohong.
3. Subtansi haditsnya masih dalam kategori amalan yang diperkenankan oleh syariat, karena adanya dalil-dalil lain yang menguatkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. Tidak boleh diyakini kebenarannya secara mutlak, tetapi dianggap sebagai alternatif demi meningkatkan kebaikan amal ibadah sunnah.
Pernyataan para ulama salaf Ahlu sunnah wal jamaah lainnya yang dapat menerima pemberlakuan hadits dhaif sesuai kriteria di atas antara lain :
Imam Nawawi dalam kitabnya Attaqrib, Imam Al-iraqi dalam kitabnya Syarah Alfiyah, Imam Ibnu Hajar Al-asqallani dalam kitabnya Syarah Nukhbah, Imam Zakariya Al- anshari dalam kitabnya Syarah Alfiyah Iraqi, Imam Assuyuthi dalam kitabnya Attadrib, dan Syeikh Ibnu Hajar Al-makki dalam kitabnya Syarah ‘alal arba’in. Para ulama ahli hadits mengatakan :
"Barang siapa menemukan sebuah hadits dhaif, maka seharusnya mengatakan : Hadits ini dhaif menurut riwayat ini, bukan matan atau isi haditsnya yang divonis dhaif, kecuali jika ada kesepakatan para imam ahli hadits yang menya takan: Hadits ini benar-benar dhaif, dan tidak ada satupun perawi shahih/hasan yang meriwayatkannya.
Hadits dhaif yang tidak disebutkan sanad (silsilah perawi)-nya, maka tidak boleh dikatakan : Nabi SAW bersabda, tapi seharusnya dikatakan: Diriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa demikian dan demikian. Atau boleh juga menggunakan istilah-istilah yang semacamnya, yang tidak memberi konotasi kepastian datangnya dari Nabi SAW. Jika ada sebuah hadits dhaif yang musykil (kontradiktif) maka para ulama ahli hadits mengintruksikan kepada umat Islam agar membuang jauh-jauh hadits tersebut, seperti jika ada hadits dhaif yang bertentangan dengan hadits shahih, maka umat Islam tidak perlu lagi mentakwilinya, tapi harus meninggalkannya."
Wallahu a'lam...
jadi Sobat Muslim barusan ane sudah menguraikan sedikit perihal pandangan para Ulama ahlus sunnah tentang hadits daif, dan jadikan ini ilmu tambahan untuk kita, jangan jadikan perbedaan diantara umat islam menjadi perpecahan.
Semoga bermanfaat...
Ingat!!! Jangan diperdebatkan jika hanya menimbulkan perpecahan, jadikan ini tambahan ilmu pengetahuan kita...
Kurang lebih saya mohon maaf...
WASSALAM...
AHT ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Yah Sobat Muslim... ^_^